PPN KMS atau Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri merupakan bentuk pengenaan PPN bagi individu atau badan yang melakukan pembangunan bangunan untuk keperluan sendiri. Pemerintah menetapkan kebijakan ini karena pembangunan bangunan sendiri dianggap memberikan pertambahan nilai, sehingga sesuai dengan asas pengenaan PPN.
Sebagai contoh nyata, kasus artis Soimah yang dikenai PPN KMS saat membangun pendopo di Yogyakarta sempat menjadi sorotan. Hal ini menegaskan pentingnya pemahaman masyarakat tentang kewajiban perpajakan ini.
Pengertian PPN KMS
PPN KMS dikenakan apabila seseorang atau badan melakukan kegiatan pembangunan bangunan sendiri yang memenuhi kriteria tertentu. Dasar hukumnya mengacu pada PMK No. 61/PMK.03/2022 dan peraturan perpajakan terkait lainnya.
Kriteria bangunan yang dikenai PPN KMS:
- Luas bangunan atau perluasan lebih dari 200 m².
- Bangunan untuk kepentingan sendiri seperti rumah tinggal, kantor, gudang, workshop, atau mess karyawan.
- Pembangun bukan developer (pengembang properti).
- Tidak menggunakan jasa kontraktor PKP (Pengusaha Kena Pajak). Jika kontraktor sudah PKP, maka kontraktor wajib memungut PPN biasa (11%), bukan PPN KMS.
Catatan penting: Renovasi yang tidak menambah luas bangunan tidak dikenai PPN KMS.
Cara Menghitung PPN KMS
PPN KMS dihitung berdasarkan:
- Dasar Pengenaan Pajak (DPP) = Total biaya pembangunan (tidak termasuk biaya pembelian tanah) × 20%.
- PPN KMS = DPP × 11% → atau langsung 2,2% dari total biaya pembangunan.
Contoh perhitungan: Misalnya biaya pembangunan gudang mencapai Rp 12.000.000, maka:
- DPP = Rp 12.000.000 × 20% = Rp 2.400.000
- PPN KMS = Rp 2.400.000 × 11% = Rp 264.000 (atau 2,2% dari Rp 12.000.000)
PPN KMS dihitung per masa pajak bulanan, dan disetorkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Sedangkan pelaporan melalui SPT Masa PPN dilakukan maksimal akhir bulan berikutnya.
Cara Membuat e-Billing PPN KMS
Untuk menyetor PPN KMS, wajib pajak perlu membuat e-Billing melalui situs DJP Online. Berikut langkah-langkahnya:
- Login ke DJP Online di https://djponline.pajak.go.id
- Masukkan NPWP 16 digit dan password.
- Pilih menu “Bayar” → “e-Billing”.
- Isi data e-Billing:
- Jenis Pajak: 411211 (PPN Dalam Negeri)
- Jenis Setoran: 103 (Kegiatan Membangun Sendiri)
- Masa Pajak: Isi bulan dan tahun sesuai kegiatan.
- Jumlah Setoran: Isi hasil perhitungan PPN KMS.
- KPP Tujuan: Lokasi pembangunan, bukan alamat domisili NPWP. Lihat KPP melalui data NOP PBB bangunan.
- Klik “Buat Kode Billing” lalu cetak dan bayar melalui bank atau kanal pembayaran pajak.
Contoh Spesifik KPP Tujuan
Jika lokasi bangunan berada di Balikpapan Utara, maka KPP yang dipilih adalah KPP Pratama Balikpapan. Bila NPWP dan lokasi pembangunan berada dalam satu wilayah kerja KPP yang sama, maka tidak perlu menggunakan NPWP cabang.
Namun, jika lokasi pembangunan berbeda wilayah KPP, misalnya di luar daerah seperti Sorong, maka pilih “NPWP Lain” dalam subjek pajak saat membuat e-Billing.
Pelaporan SPT Masa PPN di Web e-Faktur
Setelah penyetoran, wajib pajak harus melaporkan PPN KMS ke dalam SPT Masa PPN melalui Web e-Faktur:
- Login ke Web e-Faktur: https://efaktur.pajak.go.id
- Masuk ke menu “SPT Masa”
- Pilih masa pajak yang sesuai dan input PPN KMS di bagian pembayaran pajak (tanpa faktur pajak).
- Upload SPT Masa dan submit.
Baca juga: Cara Input PPN yang Digunggung Tanpa Aplikasi e-Faktur
Kesimpulan
PPN KMS merupakan kewajiban pajak yang sering terlupakan oleh masyarakat umum, padahal dapat menimbulkan sanksi jika tidak disetorkan dan dilaporkan. Dengan pemahaman yang tepat, proses administrasi PPN KMS—mulai dari penghitungan, pembayaran, hingga pelaporan—bisa dilakukan dengan mudah dan sesuai ketentuan. Semoga bermanfaat!